Photo Dok marius Goo
|
RESENSI
BUKU
Judul : J.A. Dimarara Lintas Perjuangan
Putera Papua
Penulis : Carmelia Sukmawati
Penerbit : PT. Sukaprin
Jumlah hlm. : 228
Tahun Terbit :
2000
Pengantar
Buku
yang ditulis oleh Carmelia Sumawati dapat dikatakan sebagai “biografi”
perjuangan Dimara tentang “melawan Belanda di Irian Barat dan mengembalikan
Irian Barat menjadi bagian Integral dari NKRI.” Karena itu buku ini dilihat
sebagai “buku sejarah” bangsa Indonesia. Buku ini juga merupakan penghargaan
Indonesia untuk J.A Dimara atas perjuangan-perjuangan yang dilakukan untuk
memenangkan Irian Barat menjadi bagian dari NKRI dari penjajahan bangsa
Belanda.
Kelebihan
Kelebihan
dari buku ini adalah memberikan sebuah pengetahuan sejarah, menyadarkan betapa
pentingnya sejarah dalam hidup, baik sebagai pribadi juga nagara. Buku ini
sekaligus mengajarkan sejarah kehidupan bangsa Indonesia, namun juga sejarah
kehidupan dan perjuangan dari Dimara, di mana dengan perjuangannya memperkokoh
sejarah bangsa Indonesia, namun pada sisi tertentu menjadi namanya terkenal,
bahkan dikatakan menjadi pahlawan bangsa Indonesia.
Buku
ini patut mendapat apresiasi karena memberikan penyadaran sejarah, karena
sejarah itu penting dan harus dipelajari. Tidak hanya sejarah yang
menyenangkan, keberhasilan-keberhasilannya namun juga yang kegagalan, derita
dan air mata dalam perjuangan. Dalam arti ini, Carmelia menggambarkan secara
gamblang bagaimana Dimara berjuang secara gerilya, maupun diplomasi untuk
mengalahkan bangsa Belanda untuk Penjajahan terhadap bangsa Indonesia (Irian
Barat). Dimara dilihat sebagai seorang pahlawan dalam memperbutkan Irian Barat
dari penjajahan bangsa Belanda, sekaligus membebaskan bangsa Papua Barat.
Dalam
usaha membebaskan Irian Barat dari penjajahan bangsa Belanda, Dimara menjalani
aneka penderitaan dan penyiksaan dari pemerintahan Belanda. Walaupun demikian,
Dimara tetap tegar melakukan perlawanan, bahkan hingga di tingkat dunia
(internasional:PBB) tahun (agustus tahun 1961). Dimara hadir sebagai anggota
delegasi RI. Dalam pidaro bertajuk ‘masalah Irian Barat di Perseikatan
Bangsa-bangsa’ Soebandrio mengatakan:
“... seorang
anak pribumi IrianBarat djuga duduk dalam delegasi Indonesia ke sidang Madjelis
Umum PBB jang sekarang, ja, Tuan Ketua, seorang anak pribumi Irian Barat, jang
mewakili Republik Indonesia jang meredeka dan berdaulat dengan penduduk dari 90
djuta djiwa. Sdr. Dimara, demikian namanya – telah mendjalani hukuman selama 7
tahun dalam pendjara kolonial Belanda di Irian Barat, hanja karena ingin
rakjanja di Irian Barat menikmati kemerdekaan jang lalu dan saudara itu dapat
mentjeritakan kepada Tuan-tuan bagaimana situasi sebenarnya di Irian Barat:
ketakutan, dan keketjewaan, penindasan dan intimidasi jang mana semuanja adalah
tjiri-tjiri suatu pemerintah kolonial dan pentjemoohan terhadap demokrasi dan
penentuan nasib sendiri, yang didengun-dengungkan begitu kerasnja oleh
pemerintah Nederland....” (Pembebasan Irian Barat, 138).
Delegasi
Dimara di PBB ini dilihat sebagai puncak perebutan Irian Barat ke pangkuan RI
dari penjajahan Belanda. Kelebihan dari buku ini adalah bagaimana Dimara
berjuang memperebutkan Irian Barat menjadi bagian RI, dari penjajahan bangsa
Belanda dan sukses mendoktrin pembaca walaupun bersifat subjektif.
Kelemahan sekaligus Catatan
Kritis
Kelemahan
dari buku sejarah ini adalah Carmelia
absen terhadap keinginan rakyat Irian untuk merdeka. Artinya, isi buku ini
sepihak dan terlalu subjektif, melihat sosok Dimara hanya dari kemauan dan
keinginan pribadi. Bahkan, ketika diteliti hampir semua argumen menunjukkan
Dimara menjadi hanya menjadi “alat” yang digunakan untuk menyukseskan harapan
dan keinginan dari NKRI.
Buku
ini dikatakan sebagai sejarah, namun di satu sisi bersifat menipulatif dan
lebih banyak pesuasif, yang mendoktrinasi orang lain, khususnya para pembaca
untuk mengiyakan “Papua telah final bagian dari NKRI” dan “Dimara adalah tokoh
pelopornya.” Carmelia juga para komentator melihat dan menghargai Dimara hanya
alat yang dipakai untuk keperluan politik, sekaligus tidak melihat bagaimana
rakyat Irian Barat memperjuangkan kemerdekaan, tidak hanya berpisah dari
Belanda, namun juga dari NKRI sendiri.
Karena
itu, buku ini mewarnai “hegemonitas” di mana penguasa menentukan kendali dan
rakyat hanya mengalah dan mengiyakan walaupun tertindas dan tertekan. Oraganisasi
Pembebasan Irian (OPI) hanya dilihat pembebasan dari penindasan bangsa Belanda
dan memasukan Irian Barat ke RI dan essensi perjuangan Pembebasan Bangsa Papua
Barat tidak ditonjolkan. Karena itu, buku ini mengalpakan essensi penderitaan
rakyat Papua sesungguhnya, dan menuliskan tujuan negara untuk memasukkan Papua
Barat ke dalam RI.
Penutup
Buku
ini perlu dibaca seluruh rakyat Indonesia, juga orang Papua, namun harus dibaca
secara hati-hati dan harus kritis atas komentar-komentar dan pemahaman penulis,
Papua mau dibawa ke mana dan mengapa Dimara dijadikan sebagai alat negara untuk
menjadikan Papua bagian dari NKRI dengan mengalahkan bangsa Belanda dalam usaha
memperebutkan Irian Barat dari dua negara adikuasa atas rakyat bangsa Papua.
Kita
belajar dari para pejuang, Dimara tentang perjuangan gerilya dan diplomasi,
kita belajar dari sejarah yang benar untuk memperjuangkan kebenaran, bukan
hanya sebatas negara, melainkan untuk hidup. Menjadi pewarta kebenaran, bukan
manipulasi dan indoktrinasi yang membabi-buta yang tidak lain adalah pengabdi
setan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar