728x90 AdSpace

atribusi

RENUNGAN

RENUNGAN

Kamis, 10 Januari 2019

RESENSI BUKU:J.A. Dimarara Lintas Perjuangan Putera Papua




Photo  Dok marius Goo
(malang  10/1/2019)




RESENSI BUKU
                            Judul              : J.A. Dimarara Lintas Perjuangan Putera Papua
                            Penulis           : Carmelia Sukmawati
                             Penerbit         : PT. Sukaprin



                             Tempat           : Jakarta
                            Jumlah hlm.    : 228
                            Tahun Terbit    : 2000

Pengantar
Buku yang ditulis oleh Carmelia Sumawati dapat dikatakan sebagai “biografi” perjuangan Dimara tentang “melawan Belanda di Irian Barat dan mengembalikan Irian Barat menjadi bagian Integral dari NKRI.” Karena itu buku ini dilihat sebagai “buku sejarah” bangsa Indonesia. Buku ini juga merupakan penghargaan Indonesia untuk J.A Dimara atas perjuangan-perjuangan yang dilakukan untuk memenangkan Irian Barat menjadi bagian dari NKRI dari penjajahan bangsa Belanda.
Kelebihan
Kelebihan dari buku ini adalah memberikan sebuah pengetahuan sejarah, menyadarkan betapa pentingnya sejarah dalam hidup, baik sebagai pribadi juga nagara. Buku ini sekaligus mengajarkan sejarah kehidupan bangsa Indonesia, namun juga sejarah kehidupan dan perjuangan dari Dimara, di mana dengan perjuangannya memperkokoh sejarah bangsa Indonesia, namun pada sisi tertentu menjadi namanya terkenal, bahkan dikatakan menjadi pahlawan bangsa Indonesia.
Buku ini patut mendapat apresiasi karena memberikan penyadaran sejarah, karena sejarah itu penting dan harus dipelajari. Tidak hanya sejarah yang menyenangkan, keberhasilan-keberhasilannya namun juga yang kegagalan, derita dan air mata dalam perjuangan. Dalam arti ini, Carmelia menggambarkan secara gamblang bagaimana Dimara berjuang secara gerilya, maupun diplomasi untuk mengalahkan bangsa Belanda untuk Penjajahan terhadap bangsa Indonesia (Irian Barat). Dimara dilihat sebagai seorang pahlawan dalam memperbutkan Irian Barat dari penjajahan bangsa Belanda, sekaligus membebaskan bangsa Papua Barat.
Dalam usaha membebaskan Irian Barat dari penjajahan bangsa Belanda, Dimara menjalani aneka penderitaan dan penyiksaan dari pemerintahan Belanda. Walaupun demikian, Dimara tetap tegar melakukan perlawanan, bahkan hingga di tingkat dunia (internasional:PBB) tahun (agustus tahun 1961). Dimara hadir sebagai anggota delegasi RI. Dalam pidaro bertajuk ‘masalah Irian Barat di Perseikatan Bangsa-bangsa’ Soebandrio mengatakan:
“... seorang anak pribumi IrianBarat djuga duduk dalam delegasi Indonesia ke sidang Madjelis Umum PBB jang sekarang, ja, Tuan Ketua, seorang anak pribumi Irian Barat, jang mewakili Republik Indonesia jang meredeka dan berdaulat dengan penduduk dari 90 djuta djiwa. Sdr. Dimara, demikian namanya – telah mendjalani hukuman selama 7 tahun dalam pendjara kolonial Belanda di Irian Barat, hanja karena ingin rakjanja di Irian Barat menikmati kemerdekaan jang lalu dan saudara itu dapat mentjeritakan kepada Tuan-tuan bagaimana situasi sebenarnya di Irian Barat: ketakutan, dan keketjewaan, penindasan dan intimidasi jang mana semuanja adalah tjiri-tjiri suatu pemerintah kolonial dan pentjemoohan terhadap demokrasi dan penentuan nasib sendiri, yang didengun-dengungkan begitu kerasnja oleh pemerintah Nederland....” (Pembebasan Irian Barat, 138).
Delegasi Dimara di PBB ini dilihat sebagai puncak perebutan Irian Barat ke pangkuan RI dari penjajahan Belanda. Kelebihan dari buku ini adalah bagaimana Dimara berjuang memperebutkan Irian Barat menjadi bagian RI, dari penjajahan bangsa Belanda dan sukses mendoktrin pembaca walaupun bersifat subjektif.  
Kelemahan sekaligus Catatan Kritis
Kelemahan dari buku sejarah ini adalah  Carmelia absen terhadap keinginan rakyat Irian untuk merdeka. Artinya, isi buku ini sepihak dan terlalu subjektif, melihat sosok Dimara hanya dari kemauan dan keinginan pribadi. Bahkan, ketika diteliti hampir semua argumen menunjukkan Dimara menjadi hanya menjadi “alat” yang digunakan untuk menyukseskan harapan dan keinginan dari NKRI.
Buku ini dikatakan sebagai sejarah, namun di satu sisi bersifat menipulatif dan lebih banyak pesuasif, yang mendoktrinasi orang lain, khususnya para pembaca untuk mengiyakan “Papua telah final bagian dari NKRI” dan “Dimara adalah tokoh pelopornya.” Carmelia juga para komentator melihat dan menghargai Dimara hanya alat yang dipakai untuk keperluan politik, sekaligus tidak melihat bagaimana rakyat Irian Barat memperjuangkan kemerdekaan, tidak hanya berpisah dari Belanda, namun juga dari NKRI sendiri.
Karena itu, buku ini mewarnai “hegemonitas” di mana penguasa menentukan kendali dan rakyat hanya mengalah dan mengiyakan walaupun tertindas dan tertekan. Oraganisasi Pembebasan Irian (OPI) hanya dilihat pembebasan dari penindasan bangsa Belanda dan memasukan Irian Barat ke RI dan essensi perjuangan Pembebasan Bangsa Papua Barat tidak ditonjolkan. Karena itu, buku ini mengalpakan essensi penderitaan rakyat Papua sesungguhnya, dan menuliskan tujuan negara untuk memasukkan Papua Barat ke dalam RI.
Penutup
Buku ini perlu dibaca seluruh rakyat Indonesia, juga orang Papua, namun harus dibaca secara hati-hati dan harus kritis atas komentar-komentar dan pemahaman penulis, Papua mau dibawa ke mana dan mengapa Dimara dijadikan sebagai alat negara untuk menjadikan Papua bagian dari NKRI dengan mengalahkan bangsa Belanda dalam usaha memperebutkan Irian Barat dari dua negara adikuasa atas rakyat bangsa Papua.
Kita belajar dari para pejuang, Dimara tentang perjuangan gerilya dan diplomasi, kita belajar dari sejarah yang benar untuk memperjuangkan kebenaran, bukan hanya sebatas negara, melainkan untuk hidup. Menjadi pewarta kebenaran, bukan manipulasi dan indoktrinasi yang membabi-buta yang tidak lain adalah pengabdi setan.

penulis adalah mahasiswa  pacsa sarjana STFT Wadya sasana malang.

Tidak ada komentar: