Dalam kisruh politik saat ini, yang tak boleh luput dalam perhatian adalah posisi tentara maupun para "Old Soldier" itu. Baik dalam soal gagasan maupun manuver-manuvernya.
Biang keladi kisruh politik SARA sebenarnya belum tersentuh. Dikemudian hari bisa bermanuver atas nama "stabilitas keamanan" yang tentu untuk "stabilitas ekonomi".
Secara gagasan, aksi-aksi lilin pun bersemayam gagasan tentara, "NKRI Harga Mati".
Bukannya fokus pada pencabutan pasal penistaan agama dan memperluas demokrasi. Sebaliknya gagasan "NKRI Harga Mati" akan memberikan landasan dukungan bagi Tentara memukul gerakan Papua dan solidaritasnya.
Di lain pihak, kelompok-kelompok konservatif yang mengumandangkan isu SARA ini telah berhasil mendapat reaksi dari kalangan masyarakat yang berbeda suku, ras ataupun agamanya.
Saya masih dalam perkiraan skenario "Kebo Gila". Dimana, pada akhirnya biang keladi itu akan muncul bak "Pahlawan" "mengamankan situasi" atas nama Keamanan Nasional. Semua pihak bisa digebuk. Bahkan kelompok-kelompok masyarakat sipil sebagai alternatif yang tidak mendukung kubu mana pun.
Sebab, kelompok-kelompok masyarakat sipil yang menawarkan alternatif ini justru yang secara kontinue membuat kegaduhan politik dengan melawan segalan penindasan ekonomi, maupun membongkar kejahatan-kejahatan pada era Orde Baru.
Maka dari itu, bukan sekedar program alternatif yang dibutuhkan, juga tindakan politik kongkret serta batasan-batasan yang jelas agar tidak jatuh atau terbawa arus pada kubu yang akan memperburuk keadaan. Dan terjerembab dalam arus permainan yang diciptakan oleh para "pembuat onar" itu sendiri--yanh pada akhirnya akan menguntungkan kubu dari suatu elit tertentu.