Nogey Black Tebai |
Dari
sekian banyak pertanyaan yang melintas dalam benak kami, hanya satu pertanyaan
ini yang memicu polemik, kebingungan dan jawaban yang beragam versi.
Pertanyaannya yakni:
Bagaimana nanti nasib para tuan-tuan tanah di Papua yang sudah
menjual tanahnya hingga habis?
Ini
pertanyaan kunci yang memiliki dua analisa jawaban, yang pertama, tipe orang
seperti ini secara ekonomi, sudah tidak memiliki modal dan faktor produksi
(tanah). Kedua, secara identitas ke Papuaan, orang seperti ini sulit
berbicara menyangkut nasionalisme ke Papuaan akibat merasa tidak memiliki
apa-apa yang dapat diharapkan sebagai aset dan modalitasnya sebagai orang Papua
(walaupun masih ada yang bisa). Hidupnya akan menjadi benalu, tidak berpendirian,
dalam hidup mereka akan menginap-nginap di sembarang rumah keluarga, menjadi
seperti tamu (orang asing) di tanah sendiri dan akhirnya akan meninggal tanpa
meninggalkan sesuatu yang berharga bagi keturunannya (jika ada).
2. Dampak Ekonomi
Bagi
kelompok seperti ini (suka jual tanah), tentu akan menderita selamanya. Bukan
saja sebagai bagian dari kutukan moyang, tapi juga dari aspek ekonomi karena
mereka akan kehilangan faktor produksi tradisional mereka.
Bagaimana
tidak, tanah sebagai aset kekayaan turun-temurun selama berabad-abad telah
diolah, dihuni dan bahkan yang didalamnya bersemayam tulang belulang moyang
dengan begitu saja akan diserahkan kepada orang asing dengan sejumlah uang
kertas yang tidak berarti dan tidak kekal yang akan habis dipakai.
Sebab
ketika tanah diolah dikeruk, digarap dijadikan kebun, apakah akan lenyap,
habis, berkurang, menghilang? Tentu tidak. Lalu, pantaskah kita menjual tanah
dengan selembar uang kertas seharga 100 juta,1 milyar , 1 Triliun ? Apakah
dengan uang itu kita bisa membuat tanah lagi di planet ini, di Papua ini, yang
sama seperti milik kita hasil warisan leluhur yang telah kita jual? Itu tentu
mustahil.
Orang
Papua dahulu bisa bertahan hidup tanpa orang asing karena tanah dengan segala
yang tumbuh di atas dan di dalamnya dapat menjamin kehidupan selama
ratusan-ribu tahun lamanya, sekarang mengapa tanah itu dijual?
3. Dampak Nasionalisme Ke Papuaan
Proses
penjualan tanah yang marak belakangan, menyebabkan orang Papua merasa semakin
tidak berdaya, terutama kepada generasi saat ini yang sudah tidak memiliki
warisan apapun dari orang tuanya (generasi terdahulu). Generasi saat ini
menjadi asing di tanahnya sendiri. Dosa-dosa orang tua mereka yang menyerahkan
tanah adat kepada pemerintah, dijual dan ditukar atau bahkan dikuasai oleh
orang-orang asing menciptakan penderitaan sepanjang masa baginya dan
keturunnnya lagi kelak.
Dampaknya
bisa dua, pertama memang dapat menciptakan penderitaan akibat hilangnya
identitas dan modalitas kepapuaan mereka. Kedua, keadaan itu bagi mereka yang
kritis dapat memicu lahirnya nasionalisme ke Papuaan dengan jalan menuntut
kemerdekaan agar segala hak-hak warisnya dapat direbut kembali.
Dari
kedua dampak ini yang nampak lebih dominan ada pada bagian pertama. Kehilangan
tanah, hutan, alam, gunung dll menyebabkan banyak generasi keturunannya
terancam habis perlahan, stress hingga akan mati mendadak dll. Apakah itu
fenomena kutukan leluhur, masih misterius.
Akhirnya
dampak dalam ideologi Kepapuaan ini kedua-duanya telah diamati menciptakan
pengaruh pada punahnya nasionalisme Ke Papuaan, manusia dan hilangnya tahah
Papua walaupun di sisi lain mungkin dapat pula memicu lahirnya nasionalisme
Kepapuaan.
4. Penutup
Mama Yosepa Alomang, aktifis HAM Papua mengatakan bahwa tanah itu adalah ibarat
seorang ibu yang melahirkan banyak orang. Ia mengungkapkan tanah, hutan,
gunung, lembah, sungai, rawa sebagai rahim tubuh ibu Papua. Lalu, akan jadi apa
jika tubuh kita ini kita jual. Kita tentu akan habis, ontologi mama Yosefa
dapat menjadi cahaya bagi orang Papua guna menyelami berbagai mitologi dan
kosmologi di Papua.
Kita
berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah sesuai logika alkitab: pedoman
hidup gereja kristen dan katolik, lalu pantaskah kita terus menjual tanah?
Bukankah menjual tanah sama halnya dengan menjual diri kita sendiri untuk lebih
cepat untuk punah dan lenyap dari atas tanah Papua?
Dan
mempercepat menyerahkan tanah Papua yang kaya raya dan kita cintai ini ke
tangan asing? Sekarang tinggal memilih: apakah kita
akan terus menjual tanah atau berhenti untuk menyelamatkan manusia Papua dan
pulau surga yang jatuh ke bumi ini ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar