728x90 AdSpace

atribusi

RENUNGAN

RENUNGAN

Minggu, 03 Januari 2016

OTONOMI DAERAH DAN PEMILUKADA : PELAJARAN DARI KABUPATEN NABIRE



JAYAPURA-OTONOMI DAERAH DAN PEMILUKADA : PELAJARAN DARI KABUPATEN NABIRE
Otonomi daerah diIndonesia adalah sebuah konsep politik pemerintahan yang memberikan hak,wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat didaerahnya sendiri diamanatkan melalui Undang - undang No.32 tahun 2004 atas perubahan Undang-undang nomor 23 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah. khususnya ditanah Papua di muat berdasarkan Undang -Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Papua oleh karena itu sistem Pemilukada mestinya dipahami sebagai bagian dari implementasi adanya hak - hak kemandirian politik semacam itu, tetapi sayangnya,pelaksanaan pemilukada di Indonesia hingga pertenahan masa reformasi tampaknya baru sampai taraf pemenuhan syarat demokrasi prosedural,tetapi tidak terbukti mampu memberikan implikasi perbaikan kesejateraan rakyat didaerah.bahkan dalam sejumlah kasus pemilukada tampak sekali kerumpangan terjadi yang antara lain dapat dibuktikan dari maraknya praktik politik uang yang dilakukan kandidat tertentu untuk mendapatkan dukungan publik.
salah satu buah reformasi politik di indonesia pasca orde baru adalah dibangunnya pilar demokrasi ranah lokal, secara teknis ia diskenariokan dalam bentuk sistem pemilihan langsung kepala daerah (Pemilukada). dalam skenarionya,pemulukada adalah sebuah pola baru bagaimana memilih pejabat publik yang diberi otoritas sebagai kepala daerah.
Disatu sisi,ia harus di akui sebagai model pilihan demokrasi yang berorintasi pada perbaikan kualitas demokrasi dalam pengertian adanya keterlibatan warga masyarakat dalam proses politiknya tetapi disisi lain,praktis dari demokrasi politik di ranah lokal itu ternyata memberi banyak ekses dan tampak ikutan yang boleh jadi tak terpikiran sebelumnya oleh para perancan skenario pemilukada.
KERUMPANGAN DALAM SKENARIO PEMILUKADA
Dalam skenarionya dibayangkan bahwa warga masyarakat membutuhkan pemilukada sebagai wahana untuk menyampaikan aspirasi politiknya dalam konteks pergantian pemimpin formal diranah publik.melalui melalui pemilukada itu penduduk disuatu daerah dapat dengan bebas merdeka mendukung seseorang untuk menjadi kepala daerah,sesuai dengan aspirasinya yang beragam, dan mestinya dengan rasionalitasnya masing -masing. dalam kaitan itu setiap sektor yang menjadi kandidat lalu di tuntut harus membuat komitmen politik,sebagai tafsir lain dari pentingnya "kontak sosial" untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang isu pokoknya biasanya tidak jauh dari persoalan kesejahteraan rakyat dan rasa keadilan sosial.komitmen politik itu dibuat dan disampaikan di masa kampanye oleh kandidat dalam bentuk visi dan Misi program kebijakan, yang biasanya berorintasi pada janji - janji perbaikan kesejateraan rakyat,dan komitmen politik itu di bayangkan dapat ditagih di kemudian hari ketika sang kandidat sudah terpilih sebagai penguasa.
' namun dalam realitasnya kemudian,skenario ideal pemilukada serentak di seluruh indonesia sebanyak 269 daerah terdiri atas 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten yang serentak memilih kepala daerah. Artinya, sekitar 53 persen dari total 537 jumlah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia akan melaksanakan pilkada serentak gelombang pertama 9 april 2015 namun diantara 50% diantaranya berunjung pada sengketa.(Ketua KPU Pusat Husni Kamil Manik Liputan6.com.(18/12/2015)
persoalan "Kecurangan",dan perkaranya masuk dalam sidang Mahkamah Kontitusi "kecurangan Pemilukada" yang paling banyak dipersangkakan adalah kasus Penggunaan Uang dan Penyalahgunaan kekuasaan (Jabatan Politik) untuk "jual belikan dukungan politik",atau "suap berdalih sumabangan",atau"pemberian bantuan sosial dalam rangka pencitraan kandidat",dan hal -hal lainnya yang kemudian dapat dikategorikan sebagai "Money Politik"
karena itu,pelaksanaan pemilukada di indonesia tampaknya bukanlah sebuah ajang kontestasi politik yang ideal sebagaimana yang dibayangkan oleh perumus kebijakan tentang pemilukada.bahkan dengan adanya fakta bahwa sejumlah besar pemilukada itu sarat sangketa sebenarnya merefleksikan adanya gejala pemilukada di indonesia telah mengalami semacam "rumpang"atau cacat sosial politik,sehingga secara teoritis layak identifikasikan sebagai berada dalam kondisi "defisit demokrasi".
Pemilukada itu dikategorikan rumpang ketika ouputnya cenderung tidak cukup mendapatkan akuntabilitas yang memadai meskipun yang terutama menggugat akuntabilitas hasil pemilukada itu biasanya dari pihak yang kalah bertarung. akuntabilitas pemilukada itu penting digunakan sebagai indikator output,karena pemilukada rumpang bermakna lain sebagai tidak tercapainya proses demokraktisasi secara berkualitas.Pemilukada yang tidak berkualitas serupa dengan kontestasi politik yang tidak bermanfaat.pada titik itu, kondisi demokrasi yang diidamkan justru berada dalam status defisit.
terjadinya berbagai pelanggaran aturan main dalam ajang pemilukada di indonesia itu sebenarnya dapat dilihat sebagai dua sisi masalah yang berpola sebab akibat. pada sisi pertama,pelanggaran aturan main itu bisa bermakna sebagai adanya kerumpangan pemilukada,dengan segala implikasinya.dalam kaitan itu,kerumpangan pemilukada adalah akibat. pada sisi lain,pelanggaran aturan main itu memberikan indikasi bahwa ada unsur penting namun tersembunyi yang membuat para pelaku terperangkap dalam sebuah perilaku "banal". saya berargumentasi,prilaku salah kaprah yang mewujudkan dalam tindakan politik banal adalah hal utama menyebabkan kerumpangan Pemilukada.
PEMILUKADA KABUPATEN NABIRE 2015
Berdasarkan Undang - Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur , Bupati ,dan Walikota. pemilukada serentak di seluruh indonesia khususnya provinsi papua yang diikuti oleh 11 kabupaten diantaranya Pemilukada Kabupaten Nabire tahun 2015 dalam rangka memilih bupati dan wakil bupati di ikuti oleh 8 pasangan calon kandidat berdasarkan Rapat pleno terbuka rekapitulasi perhitungan perolehan suara kandidat Cabup dan Cawabup periode 2015-2020 ditingkat Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 15 Distrik se Kabupaten Nabire, Kamis (17/12/2015 Hasil selengkapnya yakni:
1. Isaias Douw, S.Sos dan Amirullah Hasyim, MM : 58.922 suara
2. Zonggonauw A, AMDP, SP, Msi dan Drs. Isak Mandosir : 6963 suara
3. Drs. Ayub Kayame, MA dan H. Suwarno Majid : 10.594 suara
4. Decky Kayame, SE dan Drs. Adauktus Takerubun : 53.776 suara
5. Peter Warobay dan Sunaryo, S.Sos : 4963 suara
6. Yakob Panus Jingga, MT dan Melki Sedek Fi Rumawi : 14.491 suara
7. Hendrik Andoi dan Stefanus Iyai : 12001
8. Drs. Fabianus Yobee dan Yusuf Kobepa, SH, MM : 9.694 suara
Total suara sah yakni : 171404 suara
Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Nabire yang akan diselenggarakan pada 9 Desember 2015 mendatang sebanyak 186.850 orang. Dengan rincian 101.824 laki-laki dan 85.026 perempuan serta jumlah DPT tersebut terbagi ke dalam 15 Distrik, yakni Distrik Nabire, Napan, Yaur, Uwapa, Wanggar, Siriwo, Makimi, Teluk Umar, Teluk Kimi, Yaro, Nabire Barat, Moora, Dipa dan Menou.
kemudian berdasarkan Rapat pleno terbuka rekapitulasi perhitungan perolehan suara kandidat Cabup dan Cawabup periode 2015-2020 dimenangkan oleh Nomor urut 1. Isaias Douw, S.Sos dan Amirullah Hasyim, MM. ((sumber Tabloid Jubi Com)
Namun penulis meninjau bahwa kedudukan hukumnya (Legal stading) tentu belum finis sehingga masih melanjutkan putusan gugatannya di Makahmah Kontitusi (MK) seperti halnya bersama sejumlah pemilukada lainnya di indonesia.
ada tujuh hal yang menjadi sebab Pemilukada kabupaten Nabire tahun 2015 kontroversial.
Pertama,kemenangan pasangan nomor urut 1. Isaias Douw, S.Sos dan Amirullah Hasyim, MM. akan digugat ke Mahkamah Kontitusi (MK).oleh Pasangan kandidat lainnya ,karena dinilai telah melakukan kecurangan sehingga merugikan pasangan lain tersebut.
kedua, Pemilukada kabupaten Nabire papua penuh dengan praktek politik uang (Money politik).
ketiga, parpol lokal cenderung gagal melahirkan kader pemimpin publik yang secara personal dikenali dengan baik jejak rekamnya oleh kelompok konstituen,dan kehadirannya memang dibutuhkan oleh masyarakat.
keempat, pola kampanye yang dilakukan kandidat tertentu tidak sepenuhnya menjunjung tinggi etika berdemokrasi,dan meskipun tidak mendapatkan pinalti dari penyelenggara Pemilukada.
kelima, Lembaga Penyelenggara Pemilukada (KPUD) cenderung tidak independensi dan tidak mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan,karena berbagai kasus kecurangan yang terjadi ternyata tidak terselesaikan tuntas.
Keenam,Lembaga Pengawas Pemilukada (PANWAS) cenderung tidak netral dan tidak mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan,karena berbagai kasus kecurangan tidak awasi dengan baik.
ketujuh, dibalik pertarungan masif para kandidat ternyata hadir unsur Leviathan dalam bentuk bohir politik,yang pada satu sisi tertentu praktis merusak sendi - sendi demokrasi.
kedelapan,kontestasi pemilukada praktis hanya sekedar rutinitas demokrasi yang tidak mampu memberikan implikasi langsung pada perbaikan kesejateraan rakyat didaerah.
KONTEKS OTONOMI DAERAH DALAM PEMILUKADA
Pemilukada boleh jadi diinspirasi oleh semangat otonomi daerah yang mengandalkan para elit dan masa pendukungnya punya hak yang lebih jelas untuk menentukan masa depan daerah sebagai wilayah yang otonom secara politik ekonomi.karena itu,rakyat diharapkan harus mampu memilih kepala daerahnya prorakyat sekaligus properubahan.sebab kesejateraan rakyat didaerah mestinya tidaklah ditentukan lagi oleh pemerintah yang berkuasa di pusat pemerintahan di jakarta.
Namun demikian,evalusi pasca pemilukada di indonesia memperbuktikan bahwa gagasan ideal tentang manfaat pemilukada itu tidak mudah diwujudkan.
Ada empat hal yang menjadi sebab mengapa pemilukada tidak kompatibel dengan hakikat perbaikan kesejateraan rakyat dan hadirnya penguataan politik ekonomi daerah otonom.
Pertama,para elit dan aktor yang terlibat dalam kontestasi pemilukada cenderung menanggap momen pemilukada itu tidak berkorelasi dengan tugas dan kewajiban kepala daerah sebagai pemangku amanat penderitaan rakyat.kontestasi pemilukada adalah satu hal,dan apa yang harus dilakukan oleh pemenang pemilukada adalah hal lain.
Kedua, Visi dan Misi yang Menjadi dokumen politik dalam kontestasi pemilukada pada umumnya harus direvisi dan sesuaikan dengan Rencana Pembangunan jangka Panjang yang sudah ada di daerah,karena terlalu bombastis atau tidak berbasis data perencanaan pembangunan daerah. diam - diam visi dan misi kandidat otomatis batal.
Ketiga,pemenang kontestasi pemilukada yang kemudian dilantik sebagai kepala daerah pada dasarnya tidak diberi kewenangan untuk berprilaku sebagai manajer pembangunan yang boleh sesuka hati membongkar sistem pelayanan dan pola kinerja aparatur pemda yang dibawahinya.kepala daerah yang baru harus memanfaatkan sumber daya manusia (SDM) yang sudah ada,dan tidak bisa membuang begitu saja personalia yang tidak berkualitas dalam jajaran pemda.
Keempat, boleh jadi hanya sebuah kasus kesialan politik belaka,yang terpilih sebagai pemenang kepala daerah ternyata bukanlah figur yang handal untuk mengatasi permasalahan - permasalahan krusial didaerah pemilihannya.atau proses kemenagannya sangat kontroversial,karena ditentukan oleh sebuah keputusan mahkamah kontitusi.atau proses kemenangannya baik - baik saja, tetapi kemudian pasangan pemenang segera tidak akan sebagai nahkoda pemda tidak kompak dalam memahami permasalahan di daerah.
Dengan empat kondisi patologi yang menyertai pemilukada itu,bagaimana mungkin mekanisme pemilukada sebagai prosedur demokratis pemilihan kepala daerah dapat memberikan manfaat langsung bagi kesejahteraan rakyat didaerah?
Apa pun modusnya,kontestasi Pemilukada di indonesia cenderung rentan dengan sengketa,dan salah satu pemicu sengketa pemilukada itu adalah karena para wasit maupun pemain yang terlibat dalam kontestasi politik itu tidak mampu sungguh - sungguh mengikuti aturan main yang mengutamakan kejujuran dan transparansi,serta semangat egalitarian yang menghargai amanat penderitaan rakyat. beberapa kandidat cenderung hanya ingin menang,dan demi menghindari kekalahan lalu menghalalkan segala cara.pola pikir semacam itu bukan hanya merefleksikan kadangkala berpolitik tetapi juga menyebabkan kontestasi pemilukada sekadar sebagai pintu masuk berkekuasaan yang abai pada nilai -nilai moralitas dan kebajikan sosial.
Penulis adalah mantan ketua BEM STIH Umel Mandiri Jayapura, Yohanes Piyaiyepai Magai.

Tidak ada komentar: