728x90 AdSpace

atribusi

RENUNGAN

RENUNGAN

Sabtu, 20 September 2014

DPR Kaji Penolakan Pemekaran DOB Papua

DPR akan menampung dan mengkaji penolakan sejumlah elemen masyarakat atas usulan pemekaran daerah otonomi baru (DOB) di Papua dan Papua Barat.
Dalam hal pemekaran wilayah, pendapat setuju dan tidak setuju merupakan hal yang biasa. Namun, semua pendapat harus didengarkan sebagai bahan pertimbangan.
Hal tersebut ditegaskan Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa di Jakarta, Rabu (6/11) pagi. “Mengenai banyaknya mahasiswa di Papua yang menilai bahwa pemekaran Papua tidak perlu, itu merupakan aspirasi yang akan kita perhatikan dan akan kita tampung," katanya.
Ia memastikan, DPR akan konsisten mengkaji apakah usalan pemekaran murni keinginan masyarakat Papua sendiri atau tidak. Pada prinsipnya, pemekaran sekarang harus berdasarkan usulan dari masyarakat.
Aliansi Mahasiswa Papua, Senin (4/11), menegaskan, penolakan terhadap penetapan 33 DOB di Papua dan Papua Barat dianggap akan memarginalkan masyarakat Papua. Penetapan pemekaran DOB yang disahkan dalam sidang paripurna DPR, Kamis (24/10) lalu, dinilai sarat dengan kepentingan politik.
Papua Menolak
Juru bicara Aliansi Mahasiswa Papua, Wenas Kobogau kepada SH mengatakan, penetapan ini harus dicabut (dibatalkan -red).
“Jika tidak, kami akan minta kepada pemerintah, DPR, dan Kemendagri untuk bertanggung jawab. Hal itu karena sejak tahun 2003, UU Pemekaran yang sudah disahkan Presiden Megawati Soekarnoputri, belum ada kesejahteraan (bagi Papua -red). Pemekaran membuat rakyat berduka terus. Pemekaran sama sekali tidak membawa kesejahteraan," katanya.

Pemekaran tersebut, sambung Wenas, dilakukan tanpa melihat standar kelayakan wilayah, jumlah penduduk, dan sumber daya alam.
Jika dilihat dari syarat jumlah penduduk yang ada di Papua secara keseluruhan, pemerintah seperti menghendaki Papua menjadi minoritas dan termarjinalkan di tanah sendiri. Apalagi, saat ini perbandingan orang asli Papua dan pendatang lebih didominasi kaum pendatang.

"Hal ini diperparah tidak adanya peraturan daerah yang mengatur tentaang proteksi bagi migrasi penduduk dari luar untuk masuk ke tanah Papua," ia menegaskan. Ia juga mengkhawatirkan, pemekaran 33 DOB akan diikuti oleh pemekaran struktur teritorial militer (TNI-Polri) baru. Hal ini membuka peluang bagi militer (TNI-Polri) untuk menjalankan bisnis gelapnya yang lazim dilakukan di Papua.

"Seperti mem-back up illegal loging, prostitusi, dan pemasok miras. Ditambah lagi, buramnya sepak terjang militer Indonesia atas kejahatan terhadap kemanusiaan di tanak Papua sejak aneksasi Papua ke Indonesia, 1 Mei 1963," ujarnya.
Di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), anggota Komisi II DPR H Fahri Hamzah mengaku optimis Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menyetujui rencana pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS).
Hal tersebut karena DPR telah menyetujui RUU pembentukan DOB. “Kita mengharapkan agar RUU tersebut disahkan DPR menjadi UU sebelum pemilu legislatif 2014," katanya.

Tidak ada komentar: