Dalam memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional yang jatuh
pada tanggal 3 Mei, AJI Indonesia dan LBH Pers mendesak aparat mengusut
semua kasus pembunuhan terhadap jurnalis.
Ketua AJI Nezar Patria yang juga jurnalis Vivanews, mengatakan hingga saat ini banyak kasus pembunuhan wartawan yang tidak diusut tuntas oleh aparat penegak hukum. Ia mencontohkan kasus pembunuhan reporter Sun TV di Tual dan pembunuhan Alfrets Mirulewan di Pulau Kisar Maluku serta kematian misterius wartawan Tabloid Jubi, Adriansyah Matra’is di Merauke, Papua.
Nezar menilai selama ini ada budaya impunitas atau membebaskan pelaku kejahatan dari tanggung jawab hukum dalam kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Ini, menurut Nezar, disebabkan salah satunya adanya keterlibatan aparat maupun pejabat di daerah.
Selain kasus pembunuhan, AJI mencatat ada 42 kasus kekerasan terhadap jurnalis lainnya sejak Mei 2010 sampai Mei 2011. Sebagian besar kasus tersebut tidak diusut secara hukum, atau proses berhenti di tengah jalan tanpa sebab yang jelas, seperti kasus penusukan reporter Vivanews di Jayapura.
Selama ini, hanya beberapa kasus saja yang pelakunya dihukum yakni kasus penganiayaan wartawan Solo Pos oleh Komandan Kodim Karanganyar.
Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Advokasi LBH Pers, Saleh Ali. Menurutnya kepolisian harus bersikap transparan dalam menangani dan menyelidiki kasus kekerasan terhadap pers termasuk kasus pembunuhan wartawan karena pemberitaan. Ia juga menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah gagal memberikan perlindungan terhadap pers. Ia mencontohkan penggunaan KUHP dalam kasus yang terkait dengan pers, yang dibiarkan oleh Presiden SBY.
Sementara itu, Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Boy Rafli Amar membantah kalau polisi tidak serius menangani kasus pembunuhan jurnalis. "Jika fakta-faktanya mengarah kepada pelaku dan sebagainya, kita akan cepat mengungkapnya," ujar Boy. "Tapi, masalahnya banyak informasi tersebut tidak mudah diperoleh."
Sebelumnya, organisasi Freedom House menyatakan tingkat kebebasan pers Indonesia belum mengalami kemajuan. Indonesia menempati posisi ke-108 tahun 2010, turun dari posisi 107 pada tahun sebelumnya.
Ketua AJI Nezar Patria yang juga jurnalis Vivanews, mengatakan hingga saat ini banyak kasus pembunuhan wartawan yang tidak diusut tuntas oleh aparat penegak hukum. Ia mencontohkan kasus pembunuhan reporter Sun TV di Tual dan pembunuhan Alfrets Mirulewan di Pulau Kisar Maluku serta kematian misterius wartawan Tabloid Jubi, Adriansyah Matra’is di Merauke, Papua.
Nezar menilai selama ini ada budaya impunitas atau membebaskan pelaku kejahatan dari tanggung jawab hukum dalam kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Ini, menurut Nezar, disebabkan salah satunya adanya keterlibatan aparat maupun pejabat di daerah.
Freedom
House mengeluarkan laporan setiap tahunnya mengenai kebebasan pers dan
mendudukkan Indonesia di peringkat 108 dari 196 negara.
Menurut Nezar, penegakan hukum merupakan salah satu cara untuk
melindungi jurnalis agar pola kekerasan yang sama tidak terjadi lagi di
masa yang akan datang. "Ini yang membuat kita khawatir kalau pelaku yang
selama ini masih sembunyi dan kalau sampai dia tidak tersentuh hukum.
Itu akan menjadi impunitas dan paraktek-praktek yang sama kita takutkan
akan berulang," ungkap Nezar.Selain kasus pembunuhan, AJI mencatat ada 42 kasus kekerasan terhadap jurnalis lainnya sejak Mei 2010 sampai Mei 2011. Sebagian besar kasus tersebut tidak diusut secara hukum, atau proses berhenti di tengah jalan tanpa sebab yang jelas, seperti kasus penusukan reporter Vivanews di Jayapura.
Selama ini, hanya beberapa kasus saja yang pelakunya dihukum yakni kasus penganiayaan wartawan Solo Pos oleh Komandan Kodim Karanganyar.
Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Advokasi LBH Pers, Saleh Ali. Menurutnya kepolisian harus bersikap transparan dalam menangani dan menyelidiki kasus kekerasan terhadap pers termasuk kasus pembunuhan wartawan karena pemberitaan. Ia juga menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah gagal memberikan perlindungan terhadap pers. Ia mencontohkan penggunaan KUHP dalam kasus yang terkait dengan pers, yang dibiarkan oleh Presiden SBY.
Sementara itu, Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Boy Rafli Amar membantah kalau polisi tidak serius menangani kasus pembunuhan jurnalis. "Jika fakta-faktanya mengarah kepada pelaku dan sebagainya, kita akan cepat mengungkapnya," ujar Boy. "Tapi, masalahnya banyak informasi tersebut tidak mudah diperoleh."
Sebelumnya, organisasi Freedom House menyatakan tingkat kebebasan pers Indonesia belum mengalami kemajuan. Indonesia menempati posisi ke-108 tahun 2010, turun dari posisi 107 pada tahun sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar