[JAYAPURA] KPU telah menetapkan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden terpilih periode 2014-2019, pada 22 Juli lalu, usai pengesahan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari 34 provinsi di Indonesia.
Jokowi-JK unggul sebesar 53,15 persen atau 70.997.883 suara, dibanding Prabowo-Hatta yang meraih sebesar 46,85 persen atau 62.576.444 suara.
Itu berarti, Jokowi akan segera memimpin negeri ini dengan kapasitas Presiden, padahal ia belum lama menjabat Gubernur DKI Jakarta, setelah menjabat Wali Kota Solo.
Terpilihnya Jokowi sebagai Presiden RI untuk lima tahun berikutnya juga disambut gembira mayoritas rakyat di Provinsi Papua, karena memang lebih dari 70 persen rakyat Papua memilih Jokowi-JK.
KPU Papua menyatakan Jokowi-JK menang mutlak dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 di Papua dengan meraih 72,49 persen suara atau 2.026.735 suara. Sedangkan pasangan Prabowo-Hatta meraih 769.132 suara atau sekitar 27.51 persen.
Perayaan kemenangan Jokowi-JK itu, hanya berbentuk doa bersama karena rencana semula akan digelar konvoi kendaraan bermotor, diurung demi terhindar dari kemungkinan konflik horizontal antarpendukung pasangan calon Pilpres.
Namun, dibalik doa bersama itu, banyak hal yang diharapkan dari Jokowi, utamanya kehidupan damai di Tanah Papua, yang jauh dari konflik kelompok bersenjata, dan gangguan kamtibmas lainnya.
Koodintaor Jaringan Damai Papua (JDP) Pater Neles Tebay mengungkapkan, harapan besar sebagian besar rakyat Papua kepada Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Rakyat Papua menghendaki Jokowi-JK dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang kerap kali terjadi di provinsi paling timur Indonesia itu.
"Harapannya, Jokowi-JK bisa menyelesaikan masalah rakyat Papua yang terus terjadi seiring dengan waktu, baik konflik maupun masalah lainnya," ujar Neles.
Mengapa Jokowi-JK harus turun tangan mengatasi permasalahan Papua?, jawabannya sederhana, karena sudah cukup kompleks, mulai masalah peningkatan SDM, kesejahteraan, infrastruktur pembangunan, dan kesehatan, hingga konflik antarkelompok warga, dan keinginan merdeka, serta kasus penembakan.
"Masalah rakyat Papua, jangan hanya dijadikan 'PR' buat pemerintah daerah setempat, tetapi harus diposisikan sebagai bagian dari masalah bangsa dan negara Indonesia. Yang tentunya penanganannya dilakukan dengan bijak dan rasa kemanusiaan," kata Neles.
Penembakan Diantara permasalahan Papua itu, kasus penembakan sering menyita perhatian publik, karena seringkali terjadi, dan pelakunya juga dengan masih mudah lolos dari sergapan petugas. Mereka berlindung di hutan kawasan perbatasan negara RI (Papua) dengan Papua New Guinea (PNG).
Dua kasus terakhir yang juga belum bisa dibekuk pelakunya, yakni kasus penembakan di Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, dan di Tiom, Kabupaten Lanny Jaya.
Insiden penembakan di Tingginambut, Rabu (16/7) siang, berawal dari aksi penghadangan yang dilakukan kelompok warga sipil bersenjata terhadap iring-iringan sekitar 10 unit mobil yang melintas di Kampung Danggobak Kalome, Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya.
Dalam aksi penghadangan itu, mereka melakukan penembakan, dan kemudian membakar empat unit jenis Estrada.
Tiga orang pengemudi mobil yang mengangkut barang itu terkena tembakan, seorang meninggal dunia, seorangnya lagi kritis, dan satunya lagi luka-luka.
Ketiga korban penembakan itu masing-masing Kallo (30), terkena tembakan di bagian kepala kemudian meninggal dunia, Laksmana (24) terkena tembakan hingga kritis, dan Bahar (40), yang mengalami luka tembak di bagian pantat.
Sedangkan insiden penembakan di Tiom, Kabupaten Lanny Jaya, Kamis (17/7) petang, menewaskan seorang pengojek motor bernama Nasito.
Nasito ditembak gerombolan bersenjata di kampung Dogome distrik Tiom, sesaat setelah menurunkan penumpang.
Polda Papua kemudian bekerja sama dengan Kodam XVII/Cenderawasih membentuk tim khusus (timsus) untuk penanganan kasus penembakan tersebut.
Kapolda Papua Brigjen Pol Yotje Mende yang baru dilantik menjadi Kapolda Papua, Rabu (16/7), menggantikan Irjen Pol Tito Karnavian mengatakan, timsus itu dipimpin Direskrim Umum Polda Papua Kombes Dwi Riyanto.
"Tim masih bekerja sehingga sementara ini belum bisa diinformasikan perkembangannya," katanya.
Namun, ia myakini dengan dibentuknya timsus Polri dan TNI itu diharapkan akan dapat mempercepat pengungkapan kasus yang menewaskan warga sipil itu.
Polda NTB juga menambah satu pleton Brimob untuk memperkuat pasukan di kawasan rentan kasus penembakan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) itu.
Menurutnya, kelompok bersenjata harus ditindak tegas karena kelompok tersebut merusak tatanan berbangsa.
"Siapa yang akan menganggu keamanan akan saya tindak tegas," kata Mende yang sebelumnya menjabat Kepala Staf Pribadi Pimpinan (Kaspripim) Kapolri.
Menurut Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono, meskipun belum diketahui pasti kelompok bersenjata itu, namun ditengarai merupakan kelompok lama yang hendak mengganggu dan melumpuhkan perekonomian di Puncak Jaya.
Indikasinya, yakni pihak yang diserang adalah kelompok pedagang yang hendak menyuplai bahan makanan ke Wamena, ibukota Puncak Jaya.
Kelompok bersenjata itu diduga sengaja menyerang para pedagang agar ketakutan dan tidak ada pedagang yang berani membawa bahan makanan ke Mulia, Puncak Jaya, dan angkutan lajuran (pengangkut bahan makanan) dapat berhenti beroperasi dalam waktu lama.
"Pada akhirnya akan terjadi kenaikan harga bahan makanan yang luar biasa di Puncak Jaya, lalu kelompok penyerang itu akan menuduh pemerintah Indonesia tidak melaksanakan pembangunan di Puncak Jaya," ujarnya.
Karena itu, aksi kelompok sipil bersenjata itu patut disikapi dan perbuatan mereka dikutuk semua pihak, karena menyerang orang yang hendak mencari nafkah sekaligus membantu memberikan kehidupan masyarakat di Puncak Jaya.
Harapan rakyat Polri dan TNI telah berupaya maksimal mengatasi kasus penembakan terhadap warga sipil yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata itu. Namun, karena belum bisa tuntas dan mungkin sulit dituntaskan, sehingga rakyat Papua menaruh harapan besar pada sosok Jokowi yang nantinya dilantik menjadi Presiden, bersama wakilnya Jusuf Kalla.
Pater Neles Tebay Ketua Sekolah Tinggi Teologia Fajar Timur itu, mengatakan, sosok Jokowi merupakan pemimpin yang merakyat, dan sudah terbukti saat menjadi Wali Kota Solo serta memimpin DKI Jakarta bersama Ahok.
Gaya blusukan dan memimpin dengan cara demokrasi, telah membuktikan sosok Jokowi yang sarat telenta kepemimpinan, termasuk kesuksesan menata Kota Solo menjadi kota wisata dan jasa.
Di Jakarta, masalah pemukiman dan pasar di tata ulang tanpa timbulkan konflik.
Sementara Jusuf Kalla, adalah seorang negarawanan yang memiliki segudang pengalaman serta kharisma menyelesaikan sejumlah konflik di daerah-daerah, seperti masalah disintegrasi bangsa di Aceh, dan konflik horisontal di Ambon serta Poso yang membawa isu SARA.
"Jokowi-JK adalah sosok yang tepat dan harapan seluruh rakyat Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan dan berikan solusi yang komprehensif bagi orang Papua," katanya.
Untuk itu, Pater Neles mengusulkan guna menyelesaikan konflik di Papua, Jokowi-JK bisa melalui diskusi atau dialog yang nyata, antara Jakarta dan Papua.
Tentunya Jokowi-JK harus menunjuk seorang yang diberikan mandat untuk membantu menyelesaikan masalah Papua lewat dialog. Dialog itu pun harus disiapkan secara baik.
Dengan persiapan dialog yang baik dan matang, bisa melahirkan solusi-solusi yang baik pula untuk rakyat Papua dan Indonesia secara utuh.
"Masalah Papua akan selesai jika diberi porsi yang tepat. Masalah Aceh, Ambon dan Poso bisa selesai dengan aman dan baik. Pasti masalah Papua juga demikian, harapannya orang Papua tidak lagi berteriak merdeka karena masalahnya didengar dan diberikan solusi. Itu harapan besar rakyat Papua untuk Jokowi dan JK,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar