728x90 AdSpace

atribusi

RENUNGAN

RENUNGAN

Sabtu, 26 Juli 2014

Polsek Moanemani dan Polres Nabire Dinilai Lecehkan Suku Mee

Polsek Moanemani dan Polres Nabire Dinilai Lecehkan Suku Mee

JUBI --- Solidaritas Rakyat Papua Anti Militerisme (Sorakpam) menilai Kapolsek Moanemani dan Kapolres Nabire melecehkan budaya Suku Mee, Dogiyai, karena baru menggali mayat korban, Senin kemarin. Korban insiden Moanemani berdarah April lalu, digali kembali oleh pihak polisi untuk diotopsi.

“Kami sangat menyesal dengan penggalian kubur itu, karena sangat bertolak belakang dengan budaya Suku Mee, dimana, jika kuburan akan dibongkar, maka akan meminta manusia baru dalam waktu dekat. Ini pelecehan terhadap Suku Mee,” kata Ketua Sorakpam, seperti dalam press release yang diterima JUBI di Jayapura, Papua, Selasa (24/5).

Dikabarkan, Senin kemarin Polsek Moanemani melakukan penggalian korban insiden April lalu itu untuk diotopsi.

Selanjutnya, Sorakpam mempertanyakan keterlambatan pihak polisi. Menurutnya, keterlambatan ini justru menyembunyikan motif-motif tertentu. Dengan kata lain, polisi hanya mengalihkan perhatian rakyat atas isu-isu tertentu.

“Penggalian kubur itu untuk apa? Kalau untuk otopsi, kenapa tidak otopsi ketika insiden itu, kenapa baru sekarang? Sikap yang dikeluarkan oleh Kapolsek Moanemani itu adalah sikap yang sewenang untuk pengalihan isu,” lanjut Ketua Sorakpam.

Karena itu, tegas Benediktus, Kapolda Papua harus memecat Kapolres Nabire dan Kapolsek Moanemani atas tindakan ‘sewenang’ itu.

Ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Lembah (IPMA) Kamuu, Philemon Keiya menyayangkan tindakan Kapolsek Moanemani. Menurut dia, penggalian ini melanggar adat-istiadat Suku Mee. Sebaiknya, kata Philemon, polisi melakukan pendekatan kultural yang sesuai budaya suku Mee.

Tidak ada komentar: