728x90 AdSpace

atribusi

RENUNGAN

RENUNGAN

Selasa, 12 Agustus 2014

Petani Kopi Moanemani Dogiyai Banyak Beralih Usaha

Petani Kopi Moanemani Dogiyai Banyak Beralih UsahaFeatured


Tim Dalev UP4B bersama tim dari Kemenkop UKM, Kemenpera dan Uncen) bersama Ir. D. Tebay  (tengah) penggiat tanaman kopi  di Moanemani  Kabupaten Dogiyai. (Foto: Mariyono, UP4B)

Petani kopi di Moanemani Kabupaten Dogiyai, kini banyak beralih usaha dan cenderung memilih sesuatu kegiatan yang cepat mendatangkan hasil. Akibatnya, hasil produksi kopi di daerah ini kian hari makin berkurang. Kawasan ini memiliki potensi, karena jenis tanah dan memiliki jenis kopi yang sangat khas. Kopi di daerah ini dikenal sejak zaman Belanda dan masyarakat sudah lama dikembangkan. Sayangnya, kini banyak kebun tidak terawat dan tidak lagi produktif.

Menurut catatan, potensi kopi di Provinsi Papua khususnya tersebar di wilayah pegunungan meliputi Kabupaten Jayawijaya, Paniai, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nduga, dan Tolikara memiliki potensi yang luar biasa. Sementara Kabupaten Jayawijaya dan Paniai memberikan kontribusi tersebar terhadap produksi Kopi Provinsi Papua, yaitu 76 persen. Menurut dosen Uncen Thobby Wakarmamu dalam Kajian Pengembangan Komoditi Unggulan di Provinsi Papua, menyebutkan bahwa pada tahun 2011 luas lahan perkebunan Kopi di Provinsi Papua mencapai 8.993 hektar dengan rata rata produksi pada kurun waktu 2005 – 2011 mencapai 1.983,14 ton per tahun. Sedangkan pruduktivitas baru 275,39 kg per hektar, dan ada kecenderungan menurun.


Seorang pekerja di pengolahan kopi “P5” Dogiyai. (Foto: Mariyono, UP4B)

Permasalahan utama yang dihadapi berdasarkan pengamatan lapangan pada saat kunjungan lapangan dalam rangka Pengendalian dan Evaluasi  P4B yang dilakukan pada dua tahun terakhir ini adalah masih sulitnya pemasaran dan sangat kurangnya pendampingan.

Adalah Ir. D. Tebay yang sudah sejak tahun 1980 an telah menekuni bisnis pengolahan Kopi Bubuk di Distrik Moanemani Kabupaten Dogiyai dahulu merupakan wilayah Kabupaten Paniai dengan Merk Dagang “P5”. Hingga kini komoditas kopi ini, masih tetap dikembangkan. Menurut  Tebay  saat ini di Wilayah Kabupaten Dogiyai terdapat 28.000 batang pohon Kopi, yang berada di wilayah lereng Mapia dan lembah Moanemani, dengan lebih dari 200 orang petani Kopi yang selama ini memasok biji Kopi ke tempat usahanya. Akan tetapi karena minimnya perawatan, menyebabkan produktivitas  rendah. Biji Kopi dengan kualitas I dibeli dengan harga harga Rp. 25.000,  kualitas II dengan harga Rp. 22.000 dan kualitas III dengan harga Rp. 20.000. Biji Kopi tersebut kemudian diolah, dikemas  dan dijual sebagai oleh oleh khas Moanemani.


Lahan kopi di Dogiyai di tanam secara tradisonal di pekarangan rumah. (Foto: Mariyono, UP4B)

“Semua hasil produksi kopi ini habis terjual disini, tidak saya pasarkan keluar dari tempat ini,” tuturnya penuh semangat. Rata rata per bulan menghabiskan  2 ton biji kopi, karena keterbatasan suplai biji kopi dari petani. Kualitas dan cita rasa Kopi Moanemani memang khas, tidak dijumpai pada produk lain. Tanaman kopi di Dogiyai masih alami, belum mengalami persilangan. Kondisi tanah dan iklim ikut mempengaruhi terhadap cita rasa Kopi. Keinginan untuk mengembangkan usaha kopi tersebut sangat tinggi, namun masih terkendala oleh ketersediaan kopi dari para petani. Saat ini kecenderungannya petani tidak lagi mau mengurus tanaman kopi miliknya, dan meninggalkanya mencari kegiatan lain yang lebih cepat menghasilkan. Hal ini menjadikan produktivitas tanaman kopi rendah dan  tidak lagi efisien.

Tebay berharap, campur tangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk membantu mengembangkan perkopian di Papua. Memang ironis,  tidak berkembangnya kopi di Provinsi Papua karena kurangnya akses pemasaran, sementara industri pengolahan kopi masih perlu banyak pasokan biji Kopi. Pendampingan berkelanjutan kelihatannya juga sangat diperlukan

Tidak ada komentar: