728x90 AdSpace

atribusi

RENUNGAN

RENUNGAN

Jumat, 08 Agustus 2014

Terobsesi dengan Tubuh Berotot, Pria Rentan Terkena Gangguan Makan

Terobsesi memiliki bentuk tubuh berotot dan diet ekstrim telah memicu bentuk gangguan makan baru di kalangan lelaki muda Australia. Temuan dari riset terbaru di Australia ini juga menyebutkan, gangguan makan yang disebut dengan ‘dysmorphia otot’ ini sulit diidentifikasi, lantaran kebanyakan laki-laki yang menderita gangguan ini memilih bungkam dan tidak mengakui kalau mereka memiliki masalah.
Pakar gangguan makan dari Universitas Sydney, Professor Stephen Touyz mengatakan gejala penderita gangguan makan akibat terobsesi untuk memiliki bentuk tubuh berotot ini antara lain ditunjukan dengan seringnya penderita bercermin dan memperhatikan bentuk tubuhnya di cermin. Selain itu penderita juga sering kali  membandingkan bentuk tubuhnya dengan tubuh orang lain yang dilihatnya dan merasa bentuk tubuhnya jauh lebih baik.
“Mereka menghabiskan waktu berjam-jam bercermin memperhatikan bentuk tubuhnya, pokoknya memiliki bentuk tubuh sempurna menjadi  fokus hidupnya, dan dalam kasus yang sangat ekstrim, bahkan menjadi fokus dari seluruh perhatiannya,” kata Profesor Touyz.
“Mereka sangat bertekad membentuk otot, sehingga pria dengan kasus gangguan makan 'dismorphia otot hanya mau mengkonsumsi makanan dengan kadar lemak sesedikit mungkin,” tambahnya.
Touyz menambahkan seseorang patut dicurigai mengalami dismorphia otot jika melakukan olahraga secara ekstrim seperti berjam-jam di gym dan kegiatan itu mulai mengganggu kehidupan sosial baik di keluarga, masyarakat maupun pekerjaannya. Dan bahkan mulai mengkonsumsi obat atau zat tertentu untuk membangun ototnya seperti suplemen mengandung steroid.
Dalam penelitian yang dilakukan bersama timnya di Sydney, Touyz mendapati kalau kasus dysmorphia otot  banyak ditemui di kalangan penderita anoreksia nervosa.  Bahkan mereka memiliki perilaku yang cukup serupa. Misalnya hanya bersedia mengkonsumsi makanan yang diyakini benar-benar sehat dan dapat membantunya membangun bentuk fisik yang diinginkannya.
“Mereka jarang makan di luar karena mereka tidak bisa mengidentifikasi makanan yang mereka makan, perilaku makan mereka berdampak pada kehidupan sosialnya, mereka sangat terobsesi dengan makanan dan itu sangat mempengaruhi hidupnya,” katanya.
Sulit diidentifikasi
Gangguan makan  Dismorphia Otot dikalangan pra ini sulit diidentifikasi. Banyak penderita tidak merasa memiliki masalah karena mereka memiliki keinginan untuk memiliki tubuh yang sehat dan berotot. Bahkan dalam penelitiannya, tidak ada satupun penderita gangguan ini yang merasa membutuhkan bantuan dokter.
“Pada tahap awal, ketidakinginan mereka untuk menyantap makanan memang dipandang sebagai perilaku yang sehat. Namun ketika sudah pada titik ekstrim baru anggota keluarga mereka merasa khawatir. Dan mulai melihat ada masalah. Misalnya ketika  anak laki-laki mereka menolak pergi ke restoran untuk merayakan ulang tahun orang tuanya hanya karena tidak dapat menyantap makanan,” tutur Touys.
Peningkatan gangguan makan dismorphia otot  dikalangan pria muda di Australia ini semakin mengkhawatirkan. Hal ini dipercaya sebagai dampak dari tekanan di masyarakat yang menuntut pria tampil lebih rapi dan berotot dan lebih peduli dengan kesehatannya.

Karena dari penelitian yang dilakukan, Profesor Touyz menemukan adanya  kesadaran yang besar dikalangan pria mengenai penampilan fisik mereka.
“Lebih dari 90% mahasiswa laki-laki yang terlibat dalam penelitian ini mengaku mereka  menginginkan bentuk tubuh yang berbeda, sementara 50 % dari pria dewasa mengaku telah menyesuaikan asupan makanan mereka dan telah memiliki kecenderungan mengalami gangguan makan demi mendapatkan perubahan pada bentuk tubuhnya,” paparnya.

Tidak ada komentar: