Terobsesi memiliki bentuk tubuh berotot dan diet ekstrim telah memicu
bentuk gangguan makan baru di kalangan lelaki muda Australia. Temuan
dari riset terbaru di Australia ini juga menyebutkan, gangguan makan
yang disebut dengan ‘dysmorphia otot’ ini sulit diidentifikasi, lantaran
kebanyakan laki-laki yang menderita gangguan ini memilih bungkam dan
tidak mengakui kalau mereka memiliki masalah.
Pakar gangguan makan
dari Universitas Sydney, Professor Stephen Touyz mengatakan gejala
penderita gangguan makan akibat terobsesi untuk memiliki bentuk tubuh
berotot ini antara lain ditunjukan dengan seringnya penderita bercermin
dan memperhatikan bentuk tubuhnya di cermin. Selain itu penderita juga
sering kali membandingkan bentuk tubuhnya dengan tubuh orang lain yang
dilihatnya dan merasa bentuk tubuhnya jauh lebih baik.
“Mereka
menghabiskan waktu berjam-jam bercermin memperhatikan bentuk tubuhnya,
pokoknya memiliki bentuk tubuh sempurna menjadi fokus hidupnya, dan
dalam kasus yang sangat ekstrim, bahkan menjadi fokus dari seluruh
perhatiannya,” kata Profesor Touyz.
“Mereka sangat bertekad
membentuk otot, sehingga pria dengan kasus gangguan makan 'dismorphia
otot hanya mau mengkonsumsi makanan dengan kadar lemak sesedikit
mungkin,” tambahnya.
Touyz menambahkan seseorang patut dicurigai
mengalami dismorphia otot jika melakukan olahraga secara ekstrim seperti
berjam-jam di gym dan kegiatan itu mulai mengganggu kehidupan sosial
baik di keluarga, masyarakat maupun pekerjaannya. Dan bahkan mulai
mengkonsumsi obat atau zat tertentu untuk membangun ototnya seperti
suplemen mengandung steroid.
Dalam penelitian yang dilakukan
bersama timnya di Sydney, Touyz mendapati kalau kasus dysmorphia otot
banyak ditemui di kalangan penderita anoreksia nervosa. Bahkan mereka
memiliki perilaku yang cukup serupa. Misalnya hanya bersedia
mengkonsumsi makanan yang diyakini benar-benar sehat dan dapat
membantunya membangun bentuk fisik yang diinginkannya.
“Mereka
jarang makan di luar karena mereka tidak bisa mengidentifikasi makanan
yang mereka makan, perilaku makan mereka berdampak pada kehidupan
sosialnya, mereka sangat terobsesi dengan makanan dan itu sangat
mempengaruhi hidupnya,” katanya.
Sulit diidentifikasi
Gangguan
makan Dismorphia Otot dikalangan pra ini sulit diidentifikasi. Banyak
penderita tidak merasa memiliki masalah karena mereka memiliki keinginan
untuk memiliki tubuh yang sehat dan berotot. Bahkan dalam
penelitiannya, tidak ada satupun penderita gangguan ini yang merasa
membutuhkan bantuan dokter.
“Pada tahap awal, ketidakinginan
mereka untuk menyantap makanan memang dipandang sebagai perilaku yang
sehat. Namun ketika sudah pada titik ekstrim baru anggota keluarga
mereka merasa khawatir. Dan mulai melihat ada masalah. Misalnya ketika
anak laki-laki mereka menolak pergi ke restoran untuk merayakan ulang
tahun orang tuanya hanya karena tidak dapat menyantap makanan,” tutur
Touys.
Peningkatan gangguan makan dismorphia otot dikalangan pria
muda di Australia ini semakin mengkhawatirkan. Hal ini dipercaya
sebagai dampak dari tekanan di masyarakat yang menuntut pria tampil
lebih rapi dan berotot dan lebih peduli dengan kesehatannya.
Karena
dari penelitian yang dilakukan, Profesor Touyz menemukan adanya
kesadaran yang besar dikalangan pria mengenai penampilan fisik mereka.
“Lebih
dari 90% mahasiswa laki-laki yang terlibat dalam penelitian ini mengaku
mereka menginginkan bentuk tubuh yang berbeda, sementara 50 % dari
pria dewasa mengaku telah menyesuaikan asupan makanan mereka dan telah
memiliki kecenderungan mengalami gangguan makan demi mendapatkan
perubahan pada bentuk tubuhnya,” paparnya.
Jumat, 08 Agustus 2014
Terobsesi dengan Tubuh Berotot, Pria Rentan Terkena Gangguan Makan
Labels:
PENDIDIKAN,
POLITIK
dalam hidup saya keingin hal apapun ada dalam jiwa semangat itu ada sehingga rasa diri bawa saya sudah orang yang luarbisa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar